Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Komunikasi Antar Pribadi dan Budaya Siber: Teori Pelanggaran Harapan

Komunikasi antar pribadi adalah proses di mana individu bertukar pesan, ide, dan emosi satu sama lain dalam konteks interpersonal. Di era digital, komunikasi ini semakin diperluas dengan hadirnya budaya siber, yang membawa perubahan signifikan dalam cara kita berinteraksi. Salah satu teori yang relevan dalam memahami dinamika komunikasi antar pribadi di dunia digital adalah Teori Pelanggaran Harapan (Expectancy Violations Theory atau EVT) yang pertama kali diperkenalkan oleh Judee Burgoon pada tahun 1978.

Teori ini membantu menjelaskan bagaimana manusia bereaksi ketika harapan mereka dalam komunikasi dilanggar, terutama dalam konteks antar pribadi, baik secara tatap muka maupun dalam ruang siber. Artikel ini akan membahas teori pelanggaran harapan, penerapannya dalam komunikasi antar pribadi di dunia digital, serta pendapat para ahli terkait topik ini.


Teori Pelanggaran Harapan memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana manusia berinteraksi dan bereaksi terhadap pelanggaran dalam komunikasi


Teori Pelanggaran Harapan (EVT)

Teori Pelanggaran Harapan (EVT) menyatakan bahwa dalam interaksi sosial, setiap individu memiliki harapan tertentu tentang bagaimana orang lain akan berperilaku. Harapan ini didasarkan pada norma sosial, pengalaman sebelumnya, serta karakteristik pribadi lawan bicara. Ketika harapan tersebut dilanggar — misalnya, seseorang bertindak lebih agresif atau lebih akrab daripada yang diharapkan — individu akan memberikan penilaian positif atau negatif tergantung pada konteks dan penafsiran pribadi.

Di dunia nyata, pelanggaran harapan ini sering terjadi dalam bentuk perilaku non-verbal, seperti jarak fisik atau bahasa tubuh. Namun, di dunia siber, pelanggaran ini bisa terjadi melalui kata-kata tertulis, gaya komunikasi, atau bahkan perilaku di media sosial.

Penerapan EVT dalam Budaya Siber

Dalam konteks budaya siber, harapan individu dalam komunikasi sering kali berbeda dengan interaksi tatap muka. Pesan teks, email, dan media sosial membawa elemen anonim yang memengaruhi bagaimana kita menetapkan harapan terhadap orang lain. Misalnya, cara seseorang merespons pesan dalam grup obrolan bisa menyebabkan pelanggaran harapan. Jika seseorang tidak merespons dalam waktu yang diharapkan, atau menanggapi dengan gaya yang dianggap tidak sopan, pelanggaran tersebut dapat menciptakan ketegangan atau kesalahpahaman.

Menurut Judee Burgoon, pelanggaran harapan dalam komunikasi digital mungkin memiliki dampak yang lebih kompleks dibandingkan dengan komunikasi tatap muka, karena pesan digital sering kali diinterpretasikan tanpa bantuan isyarat non-verbal. Dalam konteks ini, interpretasi pelanggaran harapan bisa lebih dipengaruhi oleh persepsi individu terhadap "persona digital" lawan bicara.

Ahli lain, Albert Mehrabian, juga menggarisbawahi pentingnya komunikasi non-verbal dalam menyampaikan makna. Ketika isyarat non-verbal dihilangkan dalam komunikasi siber, harapan lebih mudah dilanggar, terutama karena sebagian besar pesan teks atau media sosial bersifat ambigu.


Teori Pelanggaran Harapan memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana manusia berinteraksi dan bereaksi terhadap pelanggaran dalam komunikasi


Contoh Pelanggaran Harapan dalam Budaya Siber

  1. Respons Tertunda dalam Pesan Digital Ketika kita mengirim pesan teks atau email, kita biasanya mengharapkan respons dalam jangka waktu tertentu, sesuai dengan norma yang ada. Jika seseorang tidak segera membalas atau mengabaikan pesan tersebut, kita mungkin merasa harapan kita dilanggar.

  2. Gaya Komunikasi yang Tidak Sesuai Dalam media sosial, gaya komunikasi seseorang juga bisa melanggar harapan. Misalnya, seseorang yang kita anggap serius tiba-tiba menggunakan gaya yang sangat santai atau informal, ini dapat memicu reaksi negatif.

  3. Interaksi di Media Sosial Ketika seseorang menyukai atau mengomentari kiriman kita dengan cara yang tidak diharapkan — misalnya dengan komentar yang dianggap tidak pantas atau tidak relevan — kita dapat merasa bahwa harapan kita dalam komunikasi tersebut telah dilanggar.

Pendapat Para Ahli tentang Teori Pelanggaran Harapan dalam Komunikasi Siber

Judee Burgoon, yang memperkenalkan teori ini, berpendapat bahwa pelanggaran harapan tidak selalu negatif. Menurutnya, ketika harapan dilanggar secara positif, seperti menerima pujian yang tidak terduga atau dukungan lebih besar dari yang diharapkan, hal itu bisa memperkuat hubungan interpersonal.

Joseph Walther, seorang ahli dalam komunikasi siber, menambahkan bahwa pelanggaran harapan di dunia digital sering kali lebih sulit untuk dinilai. Tanpa petunjuk non-verbal, interpretasi pesan menjadi lebih subjektif, dan hal ini memicu ketidakpastian dalam memahami niat asli seseorang. Ia juga menekankan bahwa konteks digital memberikan kebebasan bagi individu untuk bereksperimen dengan persona mereka, yang dapat menyebabkan pelanggaran harapan lebih sering terjadi.

Menurut Sherry Turkle, seorang psikolog dan ahli komunikasi digital, teknologi telah mengubah cara kita membangun harapan dalam komunikasi. "Kita sering memiliki harapan yang lebih tinggi terhadap koneksi yang kita bangun secara digital, tetapi pelanggaran harapan dapat terjadi lebih sering karena kurangnya keterlibatan emosional dalam komunikasi berbasis teks," kata Turkle.


Teori Pelanggaran Harapan memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana manusia berinteraksi dan bereaksi terhadap pelanggaran dalam komunikasi

Kesimpulan

Teori Pelanggaran Harapan memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana manusia berinteraksi dan bereaksi terhadap pelanggaran dalam komunikasi, baik di dunia nyata maupun di dunia digital. Dalam budaya siber, di mana harapan dan norma sering kali kurang jelas dan lebih fleksibel, pelanggaran harapan dapat menjadi lebih sering dan kompleks. Namun, memahami cara kerja teori ini dapat membantu kita mengelola komunikasi antar pribadi dengan lebih baik, terutama dalam lingkungan digital yang terus berkembang.

Pelanggaran harapan tidak selalu negatif. Dalam beberapa kasus, pelanggaran ini dapat membuka peluang untuk interaksi yang lebih positif dan mendalam. Di sisi lain, jika tidak dikelola dengan baik, pelanggaran harapan dapat menyebabkan kesalahpahaman, ketegangan, atau bahkan rusaknya hubungan. Dengan memahami dan menerapkan prinsip-prinsip EVT, kita dapat menjadi komunikator yang lebih efektif dalam dunia yang semakin dipengaruhi oleh teknologi digital.

Referensi:

  1. Burgoon, Judee K. "Expectancy Violations Theory." Encyclopedia of Communication Theory. SAGE Publications, 2009.
  2. Walther, Joseph B. "Computer-mediated Communication: Impersonal, Interpersonal, and Hyperpersonal Interaction." Communication Research, 1996.
  3. Turkle, Sherry. Reclaiming Conversation: The Power of Talk in a Digital Age. Penguin Press, 2015.

Posting Komentar untuk "Komunikasi Antar Pribadi dan Budaya Siber: Teori Pelanggaran Harapan"